dansekolah menjadi penyebab utama penyalahgunaan narkoba pada remaja2Lihat jawabanIklanIklan haya20haya20Harus dinasehati oleh orang tua dan didoai agarbbaik dunia
Berikutadalah 3 argumen setuju saya terhadap pernyataan bahwa kurangnya pendidikan agama di rumah dan juga sekolah menjadi penyebab utama penyalahgunaan narkoba pada remaja:. Setuju. Sebab apabila agama mengakar kuat dalam diri siswa maka ia memiliki benteng pertahanan yang kuat dan utama dalam melindungi diri dari godaan narkoba.
Ariefmenyatakan kata "agama" dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap sepanjang tidak dimaknai termasuk "kepercayaan". Hal serupa juga berlaku untuk Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) yang dinilai MK tak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Karenasalah satu penyebab terjerumusnya kita ke dalam hal negatif termasuk penyalahgunaan narkoba ini adalah kurangnya pendidikan moral dan keagamaan yang kita serap," tutur Saelany. Menurut Saelany, apabila para pelajar dibekali nilai moral dan agama yang benar dan kuat, maka niscaya mereka tidak akan mudah terpengaruh penyalahgunaan narkoba.
Temukanargumen anda mengenai mosi berikut! kurangnya pendidikan agama dirumah dan sekolah menjadi penyebab utama penyalahgunaan narkoba pada remaja. Choihyekyo21 "Menurut saya,tidak hanya pendidikan agama yang kurang dan sekolah saja yang menyebabkan penyalahgunaan utama narkoba pada anak remaja.Namun,faktor lingkungan baik di keluarga maupun
Buktitim afirmasi tentang kurangnya pendidikan agama di rumah dan sekolah menjadi penyebab utama penyalahgunaan narkoba pada remaja badpel16 Anak salah satu musisi, ahmad dani, yg mengalami kecelakaan yg memakan korban jiwa, akibat berkendara dibawah pengaruh narkoba, salah satu penyebabnya, kurangnya perhatian,pengawasan,dan pemahaman ilmu
Meskipunpendidikan inklusif telah diakui di seluruh dunia sebagai salah satu uapaya mempercepat pemenuhan hak pendidikan bagi setiap anak, namun perkembangan pendidikan inklusif mengalami kemajuan yang berbeda-beda di setiap negara. Sebagai inovasi baru, pro dan kontra pendidikan inklusif masih terjadi dengan alasan masing-masing.
Danini menjadi salah satu faktor penyebab penyalahgunaan narkoba pada remaja. Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan Agnes dalam Djuazi (2003), yang menyatakan bahwa warga Kampung Bali menganggap wajar anak mereka menyalahgunakan narkoba karena banyak remaja di lingkungan mereka yang menyalahgunakan narkoba, tetapi mereka tidak memahami
Alasanmemakai narkoba. Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, berikut ini beberapa alasan seseorang memakai narkoba: Memuaskan rasa ingin tahu atau coba-coba. Ikut-ikutan teman. Solidaritas teman. Mengikuti tren dan ingin terlihat gaya. Menunjukkan kehebatan. Merasa sudah dewasa. Baca juga: Kenalkan Bahaya Narkoba
Berbagaifaktor penyebab meningkatnya penggunaan narkotika di masyarakat, seperti faktor pribadi dalam diri pengguna karena kurangnya pemahaman ajaran agama, faktor lingkungan keluarga seperti putusnya komunikasi antara orang tua Bagaimana dampak peredaran dan penggunaan narkoba bagi masyarakat 2. Mengapa narkoba muda beredar di Kabupaten
CdOWVq. - Para penghayat kepercayaan di Indonesia boleh bernapas lega. Perjuangan panjang dan berliku mereka untuk mendapat pengakuan negara dalam catatan administrasi kependudukan lewat uji materi Undang-Undang Administrasi Kependudukan dikabulkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi MK Arief Hidayat pada Selasa 7/11/2017. Arief menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat 1 dan Pasal 64 ayat 1 Undang-Undang Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap sepanjang tidak dimaknai termasuk "kepercayaan". Hal serupa juga berlaku untuk Pasal 61 ayat 2 dan Pasal 64 ayat 5 yang dinilai MK tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Para pemohon; Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim, merasa aturan yang terdapat dalam Pasal 61 ayat 1, 2 dan Pasal 64 ayat 1, 2 Undang-Undang Administrasi Kependudukan merugikan mereka. Para penghayat kepercayaan kesulitan saat mengurus Kartu Keluarga KK, Kartu Tanda Penduduk Elektronik e-KTP, akte nikah, akte kelahiran, hingga mengakses pekerjaan, hak atas jaminan sosial. Untuk KK dan e-KTP, ada banyak penghayat yang dipaksa memilih salah satu dari enam agama resmi. Melalui keputusan MK tersebut para penghayat kini bisa mencatatkan kepercayaannya di dokumen resmi negara. Langkah ini merupakan kemajuan besar bagi para penghayat yang selama ini ingin diperlakukan setara sebagaimana warga negara Indonesia lain, serta tak lagi mengalami tindak diskriminasi di ranah administratif maupun di ranah sosial-politik. Baca juga Agama-agama yang Terpinggirkan Namun, respons masyarakat terutama di lingkaran elite organisasi masyarakat, tak seluruhnya mengapresiasi positif. Salah satunya datang dari Yunahar Ilyas, Ketua Bidang Tarjih, Tajdid, dan Tabligh PP Muhammadiyah, yang mempertanyakan alasan MK mengabulkan gugatan pemohon. Ia berkeyakinan jika kepercayaan yang dianut para penghayat bukanlah agama, sehingga ia nilai tak perlu dimasukkan ke kolom agama KTP. Pendapatnya selaras dengan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang sekarang menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia, Din Syamsudin. Pada akhir Agustus 2017 lalu menyatakan penghayat kepercayaan seperti Sunda Wiwitan bukan agama sehingga tidak perlu dimasukkan ke kolom agama di KTP. “Bukan dalam pengertian agama yang secara ilmiah. Berdasarkan wahyu atau berdasarkan semacam ilham. Kemudian membentuk kitab suci, ada pembawanya, ada sistem ritusnya,” kata Din. Samsul Maarif, pengajar pada Center for Religious and Cross-cultural Studies CRCS UGM yang menjadi salah satu saksi ahli dalam sidang polemik penghayat kepercayaan di MK, menegaskan bahwa sesungguhnya definisi "agama" secara formal di Indonesia tak pernah ada. Saat dihubungi Tirto, ia menjelaskan bahwa ketiadaan ini menjadi akar diskriminasi kepada para penghayat kepercayaan di Indonesia. “Pernah diusulkan di tahun 1950-an oleh Departemen Agama namun ditolak oleh sejumlah kelompok non-muslim dan muslim juga. Usaha itu digunakan untuk menargetkan kelompok Islam yang cenderung abangan atau tidak ortodoks. Usaha ini bagi saya adalah infiltrasi suatu kelompok kepada negara agar bisa mengontrol kelompok lain karena pada dasarnya definisi yang diusulkan bersifat sektarian, spesifik, sempit, dan hanya bisa dipakai untuk mendefinisikan Islam saja.” jelasnya pada Kamis 10/11/2017. Baca juga Sebait Maaf untuk Orang-orang Adat Akibat "agama" tak memiliki definisi formalnya, Samsul menilai ia tak bisa dijadikan rujukan untuk mengatur undang-undang menyangkut kewarganegaraan para penghayat. Jika dipakai pun, imbuhnya, definisi itu akan melahirkan diskriminasi kepada para penghayat kepercayaan sebab jika ingin diakui negara maka kepercayaan itu mesti menyesuaikan diri dulu. “Usaha mendefinisikan agama kental intrik politik, jadi dipakai untuk meng-include merangkul beberapa kelompok tapi juga meng-exclude mengecualikan beberapa kelompok lain.” tegasnya. Samsul menilai pemerintah Orde Baru pada awalnya memperlakukan para penghayat kepercayaan dengan cukup baik karena TAP MPR tahun 1973 menyebutkan aliran kepercayaan setara dengan agama. Namun, perubahan TAP MPR Nomor 478 yang isinya menyebut kepercayaan termasuk dalam kategori kebudayaan, bukan termasuk agama. Di tahun yang sama pemerintah juga meresmikan 5 agama yang diakui negara kini jadi 6, penghayat kepercayaan wajib berafiliasi ke salah satunya, dan kolom agama di KTP diciptakan untuk pertama kali. Setelah reformasi mulai muncul wacana tentang hak asasi manusia menguat, terutama bicara soal diskriminasi, salah satunya adalah di ranah kepercayaan. Perjuangan untuk menyetarakan hak bagi para penghayat kepercayaan makin intens dan menuai sejumlah hasil, walaupun belum ideal. Misalnya kebijakan pengosongan kolom agama di KTP, yang bagi Samsul menunjukkan tidak ada pengakuan dari negara sebab tetap membedakan penganut kepercayaan dengan penganut agama resmi . “Pengosongan juga memfasilitasi menjamurnya stigma sosial, contohnya stigma mereka yang kosong kolom agamanya dianggap anggota PKI. Dulu negara berargumen penulisan nama kepercayaan akan merepotkan secara administratif karena jumlahnya diperkirakan ratusan. Ditulis 'kepercayaan' itu pun menurut saya sudah cukup memfasilitasi kelompok penghayat yang masing-masing punya nama.” jelasnya. Baca juga Diskriminasi Penganut Kepercayaan Tak hanya di Indonesia, pendefinisian "agama" juga bermasalah di tingkat global—termasuk di bidang kajian perbandingan agama. Konstruksinya, menurut Samsul, selalu didasarkan pada agama besar yang pengikutnya tersebar di mana-mana. Kepercayaan lokal menjauhi kondisi yang serupa karena lingkup komunitasnya cenderung terbatas teritori. Penghayat kepercayaan Ajaran Samin, misalnya, hanya ada di Blora Jawa Tengah dan Bojonegoro Jawa Timur. Samsul menilai kasus yang terjadi di Indonesia cukup unik. Indonesia mengklaim dirinya plural tapi agama yang diakui hanya enam. Padahal secara konkret ada banyak kepercayaan yang tidak diakui secara setara apalagi diakomodasi dengan semestinya. Negara sekuler seperti Amerika Serikat atau Inggris tidak mengurusi agama, kata Samsul, sehingga tak melebar ke urusan administrasi. Meski demikian kebebasan menjalankan keyakinan tetap dijunjung tinggi. “Di Selandia Baru pemerintah dan warganya enggak terlalu banyak ngomong tentang agama, tetapi tradisi dan kepercayaan lokal dihargai. Bahkan sudah sampai ke peraturan bahwa mata air dan sungai itu dilihat sebagai subjek hukum dan dijaga oleh penduduk di sekitarnya. Peraturannya termasuk baru, baru beberapa tahun yang lalu, dan semakin melindungi hak hidup komunitas lokal dan kepercayaannya sendiri,”paparnya. Ia pun merasa heran dengan kekhawatiran berlebihan Wasekjen DPP PPP Ahmad Baidowi yang memandang putusan baru MK akan menjadi alasan bagi pemeluk agama lain untuk tidak menjalankan ritual peribadatan mereka. Baidowi juga menilai keputusan tersebut bisa menjadi alat terselubung bagi paham-paham yang dilarang di negeri ini untuk berkembang dengan berdalih aliran kepercayaan. "Jangan sampai paham-paham agama atau paham lain yang dilarang dimasukkan dalam aliran kepercayaan. Bisa jadi misalnya paham komunis agar enggak terdeteksi ditulis aliran kepercayaan," kata Baidowi kepada Tirto, Rabu 8/11/2017. Baca juga Zahid Hussein, Jenderal Aliran Kepercayaan dan Soeharto Keputusan MK, menurut Samsul, justru menjadi syarat agar kelompok penghayat tak dipaksa pindah keyakinan sampai tak bisa menjalankan keyakinan mereka dengan baik. Keputusan MK adalah syarat minimal agar para penghayat mendapatkan haknya di ranah administrasi. Lebih penting lagi, adalah pemenuhan tiga hak pokok pengakuan, representasi, dan redistribusi bagi para penghayat kepercayaan. “Karena eksistensinya diakui di ruang publik, maka lahir representasi. Contohnya di dunia pendidikan. Setelah putusan MK ini, status mereka harus diinformasikan ke peserta didik. Pendidikan agama ada, maka pendidikan kepercayaan juga harus ada.” “Redistribusi berarti berbagai hal yang negara sediakan fasilitasnya untuk publik juga harus menjangkau kelompok kepercayaan. Misalnya tak boleh didiskriminasi saat akan mendaftar kerja apapun—apalagi kerja di pemerintahan. Diskriminasi harus berbuah pelanggaran. Ekonomi, politik, semuanya juga harus setara,” pungkasnya. Tak lama usai putusan MK muncul, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berjanji kementeriannya akan segera melaksanakan amanat putusan MK. "Kemendagri akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan untuk mendapatkan data kepercayaan yang ada di Indonesia," kata Tjahjo seperti dilansir laman menambahkan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri akan memasukan data aliran kepercayaan tersebut ke dalam sistem administrasi kependudukan. Setelah data itu diperoleh, maka Kemendagri akan memperbaiki aplikasi SIAK dan aplikasi data base, serta melakukan sosialisasi ke 514 kabupaten dan kota. - Hukum Reporter Akhmad Muawal HasanPenulis Akhmad Muawal HasanEditor Windu Jusuf
Pro dan Kontra Terhadap Pengajaran Agama di Sekolah Pengajaran agama di sekolah masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Ada beberapa pihak yang menilai bahwa pengajaran agama di sekolah sangat penting dalam membentuk karakter siswa, sementara ada juga yang merasa bahwa keberadaan pengajaran agama di sekolah tidak penting dan kurang relevan dengan perkembangan zaman. Para pendukung pengajaran agama di sekolah menyatakan bahwa pendidikan agama dapat membantu siswa mengenali ajaran-ajaran yang sesuai dengan ajaran agama. Dalam hal ini, pendidikan agama dapat membantu siswa menghindari perilaku-perilaku negatif seperti penyalahgunaan narkoba, premanisme dan perkelahian, serta perilaku berbahaya lainnya. Selain itu, pengajaran agama di sekolah juga dianggap sangat penting dalam membentuk karakter siswa, seperti menanamkan nilai-nilai moral, yang lebih sulit ditanamkan dalam pelajaran umum. Pembentukan karakter siswa yang kuat diperlukan agar siswa bisa berkembang menjadi individu yang baik dan tidak mudah tergoda dengan hal-hal yang negatif. Sebaliknya, ada juga sebagian orang yang merasa bahwa pengajaran agama terutama dalam konteks keberadaannya di sekolah tidak relevan. Faktanya, pelajaran agama di sekolah jarang dikaitkan dengan masalah praktis yang dihadapi siswa sehari-hari. Kurikulum agama yang dijalankan juga tidak selalu mencerminkan konteks lokal, sehingga siswa kurang mengenal dengan baik ajaran-ajaran agama yang berlaku di masyarakat sekitarnya. Ada juga pendapat bahwa keberadaan pelajaran agama di sekolah bisa berbahaya bagi kebebasan beragama. Siswa yang tidak memeluk agama tertentu, mungkin merasa sangat tidak nyaman dalam pelajaran agama, karena dianggap di “wajibkan” untuk memahami ajaran-ajaran tertentu. Hal ini bisa membuat siswa merasa sangat ditekan dan tidak nyaman. Sebagian orang juga menyatakan bahwa pendidikan agama yang dijalankan di sekolah kurang memfokuskan pada pengajaran moral atau praktik keagamaan yang lebih spesifik. Banyak pelajaran agama di sekolah yang hanya berfokus pada penjelasan tentang ajaran agama, misalnya tentang nabi, kitab suci, dan ritual keagamaan. Padahal, untuk menghindari penyalahgunaan narkoba atau perilaku negatif lainnya, siswa perlu diberikan panduan konkrit tentang apa saja yang harus dilakukan dan dihindari. Secara umum, keberadaan pelajaran agama di sekolah memang masih menjadi perdebatan. Meski demikian, pengajaran agama yang tepat di sekolah sangat penting untuk membentuk karakter siswa yang kuat dan membentuk sikap yang positif dalam pandangan agama. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang tepat dan holistik dalam pengajaran agama, sehingga siswa dapat lebih mengenal ajaran-ajaran agama yang berlaku di masyarakat dan mempraktikkan ajaran-ajaran agama tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Penyalahgunaan narkoba sebagai akibat kurangnya pendidikan agama Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah penyalahgunaan narkoba. Masalah ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak dan remaja. Banyak faktor yang menyebabkan penyalahgunaan narkoba, salah satunya adalah kurangnya pendidikan agama. Di Indonesia, pendidikan agama sangat penting dan menjadi bagian dari kurikulum di sekolah-sekolah. Namun, tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menerima pendidikan agama yang cukup, baik di sekolah maupun di rumah. Kondisi ini sering terjadi di daerah-daerah tertentu, di mana penduduknya kurang terdidik dan memiliki sumber daya yang terbatas. Padahal, pendidikan agama yang baik dapat menjadi solusi untuk mencegah penyalahgunaan narkoba. Melalui pendidikan agama, anak-anak dan remaja akan ditanamkan nilai-nilai moral yang baik, seperti kesadaran diri, ketaqwaan, dan sikap menjaga diri sendiri. Anak-anak dan remaja yang memiliki pendidikan agama yang baik akan lebih menyadari bahaya dari penyalahgunaan narkoba dan hal-hal negatif lainnya. Sayangnya, tidak semua orang menyadari pentingnya pendidikan agama. Beberapa di antara mereka bahkan menganggap bahwa pendidikan agama tidak terlalu penting, dan hanya menganggapnya sebagai formalitas belaka. Hal ini sangat disayangkan, karena pendidikan agama adalah salah satu cara untuk menjauhkan anak-anak dari penyalahgunaan narkoba dan membentuk karakter yang baik. Kurangnya pendidikan agama juga dapat menyebabkan masalah moral dan etika dalam masyarakat. Ketika seseorang tidak memiliki dasar moral dan etika yang kuat, mereka lebih cenderung untuk melakukan hal-hal yang tidak baik. Salah satunya adalah penyalahgunaan narkoba. Tanpa pendidikan agama yang cukup, seseorang dapat dengan mudah tergoda oleh godaan narkoba dan melakukan tindakan-tindakan kriminal lainnya. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendidikan agama di Indonesia. Pertama, pemerintah harus meningkatkan kualitas pendidikan agama di sekolah-sekolah dan memastikan bahwa semua siswa menerima pendidikan agama yang cukup. Kedua, para orang tua harus lebih aktif dalam memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya di rumah. Ketiga, masyarakat sendiri harus memahami pentingnya pendidikan agama dalam membentuk karakter dan moral yang baik. Penyalahgunaan narkoba adalah masalah yang sangat serius di Indonesia. Masalah tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan kualitas pendidikan agama di seluruh kegiatan di Indonesia. Penduduk Indonesia harus menyadari bahwa pendidikan agama adalah sesuatu yang sangat penting dan tidak bisa diabaikan. Jika semua orang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang sama tentang pentingnya pendidikan agama, maka di masa depan, Indonesia bisa bebas dari masalah penyalagunaan narkoba dan nilai moral dan etika dalam masyarakat pun akan lebih kuat. Debat tentang pengaruh agama dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah global yang mengakibatkan dampak yang sangat buruk bagi kesehatan dan perilaku manusia. Hal ini juga menjadi masalah besar di Indonesia, dengan peningkatan angka kasus setiap tahunnya. Banyak faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba, salah satunya adalah kurangnya pendidikan agama. Terdapat debat mengenai pengaruh agama dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Ada yang menganggap bahwa agama memegang peranan penting dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba, sementara ada pula yang berpendapat bahwa pandangan agama tidaklah cukup untuk mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba. Pendukung dari pandangan pertama berpendapat bahwa agama dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Pendidikan agama dapat memberikan pengertian yang lebih mendalam tentang pentingnya menjaga kesehatan tubuh dan kesadaran moral sebagai manusia. Hal ini dapat mengurangi keinginan seseorang untuk mencoba narkoba dan membuatnya lebih sadar akan dampak buruk yang ditimbulkan oleh narkoba. Selain itu, nilai-nilai agama yang mengajarkan tentang kebaikan dan kebenaran, juga dapat membantu individu untuk memilih jalan yang benar dalam menjalani hidup. Namun, pihak yang berpendapat bahwa pandangan agama tidaklah cukup untuk mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba juga memiliki argumen yang kuat. Meskipun agama mengajarkan nilai-nilai moral yang baik, namun kenyataannya masih banyak orang yang melanggar nilai-nilai tersebut. Contohnya, masih banyak oknum yang identik dengan kegiatan keagamaan yang memproduksi dan menyebarkan narkoba. Secara umum, banyak faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba yang tidak terkait dengan agama. Beberapa faktor tersebut antara lain lingkungan, keluarga, teman, dan tekanan sosial. Oleh karena itu, sekedar dengan mengajarkan nilai agama saja tidaklah cukup untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan narkoba. Sebaiknya, pendidikan tentang narkoba dan hal-hal yang berkaitan dengan gerakan anti-narkoba harus ditanamkan tidak hanya di lingkungan keluarga, tetapi juga di institusi pendidikan, seperti sekolah dan universitas. Dalam institusi pendidikan tersebut, siswa dapat diberikan edukasi mengenai bahaya narkoba secara terperinci serta dampak buruk yang ditimbulkannya, sehingga mereka dapat menyadari bahaya dari narkoba tersebut. Hal-hal seperti ini dapat dikemas dalam bentuk kegiatan seminar atau edukasi di luar kurikulum, dan bisa dilakukan secara rutin untuk memastikan efektivitasnya. Selain itu, pihak kepolisian dan pemerintah juga harus turut berperan aktif dalam penanganan masalah narkoba. Dibutuhkan penegakan hukum yang tegas bagi pelaku yang terbukti terlibat dalam produksi dan penyebaran narkoba. Selain itu, kebijakan-kebijakan seperti kampanye anti-narkoba dan pembuatan program rehabilitasi juga perlu diberikan untuk membantu para korban narkoba untuk sembuh dan menyadari bahaya dari narkoba tersebut. Intinya, masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah global yang sangat kompleks dan sulit untuk diselesaikan dengan mudah. Pandangan agama dapat membantu dalam menekan permasalahan ini, tetapi tidaklah cukup. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, seperti keluarga, institusi pendidikan, kepolisian dan pemerintah untuk dapat menangani penyalahgunaan narkoba dengan efektif. Kurikulum Pendidikan Agama yang Efektif dalam Mencegah Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Badan Narkotika Nasional BNN, angka penyalahgunaan narkoba mencapai 4,3 juta jiwa pada tahun 2019. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia. Salah satu faktor yang berkontribusi pada masalah penyalahgunaan narkoba adalah kurangnya pendidikan agama. Saat ini, banyak siswa di Indonesia yang tidak memperoleh pembelajaran agama yang memadai di sekolah-sekolah mereka. Padahal, pendidikan agama yang efektif dapat membantu mencegah perilaku penyalahgunaan narkoba. Lalu, seperti apa kurikulum pendidikan agama yang efektif dalam mencegah penyalahgunaan narkoba? 1. Menekankan pentingnya nilai-nilai agama Kurikulum pendidikan agama yang efektif harus menekankan pentingnya nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Siswa-siswa harus diajarkan nilai-nilai moral, etika, dan spiritual yang ada dalam agama. Dengan begitu, siswa-siswa akan memiliki dasar yang kuat dalam memahami dan menginternalisasi nilai-nilai agama. Hal ini sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan narkoba, karena nilai-nilai agama dapat membantu siswa-siswa untuk memiliki sikap yang benar dan menjauhi perilaku yang merugikan. Siswa-siswa yang mengerti nilai-nilai agama akan memahami bahwa penyalahgunaan narkoba adalah bertentangan dengan ajaran agama. 2. Memberikan pemahaman tentang bahaya narkoba Kurikulum pendidikan agama yang efektif harus memberikan pemahaman tentang bahaya narkoba. Siswa-siswa harus diberikan informasi tentang jenis-jenis narkoba, efek-efek yang ditimbulkan, dan risiko-risiko yang ada. Dengan begitu, siswa-siswa akan mengetahui betapa berbahayanya penyalahgunaan narkoba. Hal ini dapat membantu siswa-siswa untuk memahami konsekuensi dari perilaku tersebut dan membuat keputusan yang tepat. Siswa-siswa yang teredukasi tentang bahaya narkoba akan lebih mudah menjauhi narkoba dan memilih untuk hidup sehat. 3. Membangun kesadaran sosial Kurikulum pendidikan agama yang efektif juga harus membantu siswa-siswa untuk membangun kesadaran sosial. Siswa-siswa perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar dan saling membantu sesama. Dengan begitu, siswa-siswa akan lebih sadar akan dampak negatif penyalahgunaan narkoba pada masyarakat. Hal ini dapat membantu siswa-siswa untuk tidak hanya menjauhi narkoba secara pribadi, tetapi juga untuk ikut membangun masyarakat yang sehat dan terbebas dari narkoba. Dengan begitu, siswa-siswa akan merasa memiliki tanggung jawab sosial dalam hal ini. 4. Mengambil pendekatan yang interaktif dan kreatif Kurikulum pendidikan agama yang efektif tidak hanya harus memberikan pemahaman tentang agama dan bahaya narkoba, tetapi juga harus mengambil pendekatan yang interaktif dan kreatif. Siswa-siswa harus diajak untuk aktif berpartisipasi dalam pembelajaran, seperti diskusi, permainan, dan kegiatan-kegiatan yang kreatif. Dengan begitu, siswa-siswa akan lebih tertarik dan termotivasi untuk belajar tentang agama dan bahaya narkoba. Selain itu, pendekatan yang kreatif dan interaktif dapat membantu siswa-siswa untuk memahami materi dengan lebih mudah dan menyenangkan. Kurikulum pendidikan agama yang efektif dapat membantu mencegah penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Dengan menekankan pentingnya nilai-nilai agama, memberikan pemahaman tentang bahaya narkoba, membangun kesadaran sosial, dan mengambil pendekatan yang interaktif dan kreatif, siswa-siswa akan memiliki dasar yang kuat untuk menjauhi narkoba dan hidup sehat. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dalam pendidikan agama di Indonesia. Pentingnya Integrasi Nilai Agama dalam Pembentukan Karakter Siswa untuk Mencegah Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan narkoba menjadi masalah yang sangat serius di Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, mulai dari masalah sosial, ekonomi, hingga pendidikan. Dalam konteks pendidikan, kurangnya pemahaman dan integrasi nilai agama dalam pembentukan karakter siswa disebut-sebut sebagai salah satu penyebab utama dari penyalahgunaan narkoba yang terjadi. Oleh karena itu, integrasi nilai agama dalam pembentukan karakter siswa menjadi sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan narkoba di Indonesia. 1. Memahami pentingnya nilai agama dalam pembentukan karakter siswa Sejak dini, nilai agama harus ditanamkan dalam pembentukan karakter siswa. Ini sejalan dengan fungsi pendidikan sebagai pengembangan manusia seutuhnya, bukan hanya pada aspek intelektual, tetapi juga aspek moral dan spiritual. Sekolah harus mengajarkan nilai-nilai agama sekaligus membentuk karakter siswa agar siap menghadapi berbagai persoalan didalam kehidupan. Dalam konteks penyalahgunaan narkoba, nilai agama dapat menjadi dasar bagi siswa dalam memahami bahwa penyalahgunaan narkoba bukanlah tindakan yang baik dan bertentangan dengan ajaran agama. 2. Membentuk karakter siswa berdasarkan nilai-nilai agama Selain memahami pentingnya nilai agama, sekolah juga harus menerapkan pembentukan karakter siswa berdasarkan nilai-nilai agama. Hal ini dapat dilakukan melalui penerapan kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan pada setiap mata pelajaran. Selain itu, sekolah dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada pembentukan karakter siswa, seperti kegiatan keagamaan, kegiatan sosial, dan kegiatan lainnya yang mengandung nilai-nilai keagamaan. 3. Menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif Sekolah juga harus menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi siswa dalam pembentukan karakter berdasarkan nilai-nilai agama. Lingkungan pendidikan yang kondusif harus menciptakan nuansa kekeluargaan yang mengakomodasi variasi karakter siswa dari berbagai asal usia. Dalam lingkungan pendidikan yang kondusif, siswa dapat lebih mudah untuk belajar dan terciptanya ketertarikan akan ajran keagamaan. 4. Mendidik siswa tentang bahayanya penyalahgunaan narkoba Sekolah sebaiknya mempunyai program yang menyediakan pendidikan tentang bahayanya penyalahgunaan narkoba. Pendidikan yang dimaksud bukan hanya tentang adanya hukuman yang diancamkan oleh negara, tetapi hanya bagaimana narkoba mempengaruhi diri siswa itu sendiri. Penyampaian materi yang ringan dan mudah dipahami oleh siswa adalah salah satu kunci terjadinya pemahaman dan kesadaran siswa tentang bahayanya narkoba. 5. Mengenali tanda-tanda penyalahgunaan narkoba pada siswa Ketika siswa sudah memasuki tahap sekolah dasar, guru harus memiliki pemahaman yang tepat tentang tanda-tanda dan perilaku siswa yang menunjukkan bahwa mereka telah terpengaruh oleh narkoba. Guru harus bersikap responsif dengan memeriksakan siswa ke pihak-pihak yang terampil untuk menangani atau memberikan saran serta pendampingan yang dibutuhkan untuk menjauhi pengaruh negatif tersebut. Sekolah juga harus terlibat dalam menyelesaikan masalah penyalahgunaan narkoba pada siswa. Pada kasus yang lebih parah, sekolah harus mampu mendeteksi dan menangani dengan cepat agar tidak mengganggu kesejahteraan siswa maupun sekolah. Dalam merealisasikan integrasi nilai agama dalam pembentukan karakter siswa, kerjasama antara sekolah dan keluarga sangat penting. Keluarga harus turut bertanggung jawab dalam pembentukan karakter anak, dan sekolah harus mengambil peran sebagai mitra pendidikan yang fokus pada pengembangan karakter siswa yang berkualitas.
Lampung Kalianda – Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan remaja rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya. Pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang besar sekali. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja. Masalah menjadi lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Bangsa ini akan kehilangan remaja yang sangat banyak akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS. Kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa. Pengertian Narkoba Narkoba adalah obat, bahan dan zat bukan makanan yang jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan atau disuntik berpengaruh pada kerja otak dan sering menyebabkan kerja otak berubah. Demikian pula fungsi vital organ lain seperti jantung, peredaran darah, pernapasan, dan lain-lain. Dampak bahaya Penyalahgunaan Narkoba Dampak Fisik Gangguan pada sistem saraf neorologis kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan saraf tepi. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah kardiovaskuler infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah. Gangguan pada kulit dermatologis penanahan, bekas suntikan dan alergi. Gangguan pada paru-paru pulmoner penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, penggesaran jaringan paru-paru, pengumpulan benda asing yang terhirup. Dapat terinfeksi virus HIV dan AIDS, akibat pemakain jarum suntik secara bersama-sama. Dampak psikologis Berfikir tidak normal, berperasaan cemas, tubuh membutuhkan jumlah tertentu untuk menimbulkan efek yang di inginkan, ketergantungan / selalu membutuhkan obat. Dampak sosial dan ekonomi Selalu merugikan masyarakat baik ekonomi, sosial, kesehatan & hukum. Ciri-ciri penyalahguna Narkoba Perubahan fisik dan lingkungan sehar-hari jalan sempoyongan; penampilan dunguk; bicara tidakjelas; mata merah; kurus dan nyeri tulang. Perubahan psikologis gelisah, bingung, apatis, suka menghayal, dan linglung. Perubahan prilaku sosial menghindari kontak mata langsung; suka melawan; mudah tersinggung; ditemukan obat2an, jarum suntik dalam kamar/ tas; suka berbohong; suka bolos sekolah; malas belajar, suka mengurung diri di kamar. Dari sudut individu, penyalahgunaan narkoba harus dipahami dari masalah perilaku yang kompleks, yang juga dipengaruhi oleh faktor berbicara tentang keluarga, kelompok sebaya, kehidupan sekolah, dan masyarakat. Dari ketiganya, yang terpenting adalah faktor individu. Seorang harus bertanggung jawab atas perilakunya dan tidak boleh mempersalahkan orang lain atau keadaan. Tanggung jawab adalah masalah pengambilan keputusan, yang dilakukan atas pertimbangan mengenai apa yang baik dan buruk. Ada lima faktor utama seorang menjadi rawan terhadap narkoba yaitu 1 Keyakinan Adiktif Keyakinan adiktif adalah keyakinan tentang diri sendiri, orang lain dan dunia sekitar. Semua keyakinan itu menentukan kepribadian, dan perilakunya sehari-hari. Beberapa keyakinan adiktif adalah harus sempurna,harus menguasai dan mengendalikan orang lain, harus memperoleh apa yang diinginkannya. Keyakinaan itu umumnya tidak disadari, seseorang tidak akan mengatakan keyakinan itu kepada dirinya sendiri atau kepada orang lain. 2 Kepribadian Adiktif Beberapa ciri kepribadian adiktif adalah teropsesi pada diri sendiri, kurangnya jati diri, hidup tanpa tujuan, depresi yang tersembunyi, tidak mampu mengatasi masalah dan kebutuhan pemuasan segera. 3 Ketidakmampuan Menghadapi Masalah Seorang yang tinggal dalam keluarga dan masyarakat adiktif, memiliki sedikit sekali orang-orang yang dapat menjadi teladan tentang bagaimana menghadapi masalah dengan baik dan kebanyakan orang lebih suka mencari penyelesaian masalah saat itu juga yang langsung dapat memuaskan keinginannya. 4 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Emosional Tidak Terpenuhinya Kebutuhan yang seharusnya seorang terima yaitu, rasa aman, tujuan hidup, serta ini masih pula ditambah ketidakmampuan seseorang mengatasi masalah, dan rasa nyaman pada adiksi. 5 Kurangnya Dukungan Sosial Tanpa adanya dukungan sosial yang memadai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat, ketidakmampuan menghadapi masalah menyebabkan mencari penyelesaian pada narkoba. Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mulai menyalahgunakan narkoba, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan ketergantungan. Beberapa faktor penyebab penyalahgunaan narkoba diantaranya yaitu 1. Faktor kepribadian Beberapa hal yang termasuk di dalam faktor pribadi adalah genetik, bilogis, personal, kesehatan dan gaya hidup yang memiliki pengaruh dalam menetukan sorang remaja terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba . Kurangnya Pengendalian Diri Orang yang coba-coba menyalahgunakan narkoba biasanya memiliki sedikit pengetahuan tentang narkoba, bahaya yang ditimbulkan, serta aturan hukum yang melarang penyalahgunaan narkoba. Konflik Individu/Emosi Yang Belum Stabil Orang yang mengalami konflik akan mengalami frustasi. Bagi individu yang tidak biasa dalam menghadapi penyelesaian masalah cenderung menggunakan narkoba, karena berpikir keliru bahwa cemas yang ditimbulkan oleh konflik individu tersebut dapat dikurangi dengan mengkonsumsi narkoba. Terbiasa Hidup Senang / Mewah Orang yang terbiasa hidup mewah kerap berupaya menghindari permasalahan yang lebih rumit. Biasanya mereka lebih menyukai penyelesaian masalah secara instan, praktis, atau membutuhkan waktu yang singkat sehingga akan memilih cara-cara yang simple yang dapat memberikan kesenangan melalui penyalahgunaan narkoba yang dapat memberikan rasa euphoria secara berlebihan. 2. Faktor Keluarga Kurangnya kontrol keluarga Orang tua terlalu sibuk sehingga jarang mempunyai waktu mengontrol anggota keluarga. Anak yang kurang perhatian dari orang tuanya cenderung mencari perhatian diluar, biasanya mereka juga mencari kesibukan bersama teman-temanya. Kurangnya penerapan disiplin dan tanggung jawab Tidak semua penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh remaja dimuali dari keluarga yang broken home, semua anak mempunyai potensi yang sama untuk terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Penerapan disiplin dan tanggung jawab kepada anak akan mengurangi resiko anak terjebak ke dalam penyalahgunaan narkoba. Anak yang mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya, orang tua dan masyarakat akan mempertimbangkan beberapa hal sebelum mencoba-coba menggunakan narkoba. 3. Faktor Lingkungan Masyarakat Yang Individualis Lingkungan yang individualistik dalam kehidupan kota besar cenderung kurang peduli dengan orang lain, sehingga setiap orang hanya memikirkan permasalahan dirinya tanpa peduli dengan orang sekitarnya. Akibatnya banayak individu dalam masayarakat kurang peduli dengan penyalahgunaan narkoba yang semakin meluas di kalangan remaja dan anak-anak. Pengaruh Teman Sebaya Pengaruh teman atau kelompok juga berperan penting terhadap penggunaan narkoba. Hal ini disebabkan antara lain karena menjadi syarat kemudajan untuk dapat diterima oleh anggota kelompok. Kelompok atau Genk mempunyai kebiasaan perilaku yang sama antar sesama anggota. Jadi tidak aneh bila kebiasaan berkumpul ini juga mengarahkan perilaku yang sama untuk mengkonsumsi narkoba. 4. Faktor Pendidikan Pendidikan akan bahaya penyalahgunaan narkoba di sekolah-sekolah juga merupakan salah satu bentuk kampanye anti penyalahgunaan narkoba. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh siswa-siswi akan bahaya narkoba juga dapat memberikan andil terhadap meluasnya penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar. 5. Faktor Masyarakat dan Komunitas Sosial Faktor yang termasuk dan mempengaruhi kondisi sosial seorang remaja atnara lain hilangnya nilai-nilai dalam sebuah keluarga dan sebuah hubungan, hilangnya perhatian dengan komunitas, dan susahnya berdaptasi dengan baik bisa dikatakan merasa seperti alien, diasingkan 6. Faktor Populasi Yang Rentan Remaja masa kini hidup dalam sebuah lingkaran besar, dimana sebagian remaja berada dalam lingkungan yang beresiko tinggi terhadap penyalahgunaan narkoba. Banyak remaja mulai mencoba-coba narkoba, seperti amphetamine-type stimulants termasuk didalamnya alkohol, tembakau dan obat-obatan yang diminum tanpa resep atau petunjuk dari dokter, serta obat psikoaktif sehingga menimbulkan berbagai macam masalah pada akhirnya Akibat penyalahgunaan narkoba bagi pelajar 1 Bagi Diri Sendiri 1. Terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal remaja 1 Daya ingat sehingga mudah lupa 2 Perhatian sehingga sulit berkonsentrasi 3 Persepsi sehingga memberi perasaan semu. 1. Keracunan, yaitu timbul akibat pemakaian narkoba dalam jumlah yang cukup, berpengaruh pada tubuh dan perilakunya. 2. Overdosis, terjadi karena sudah lama berhenti pakai, lalu memakai lagi dengan dosis yang dahulu digunakan. Overdosis dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan atau peredaran otak. 3. Gejala putus zat, yaitu gejala ketika dosis yang dipakai berkurang atau dihentikan pemakaianya. 4. Berulang kali kambuh, yaitu ketergantungan menyebabkan craving rasa rindu pada narkoba walaupun telah berhenti pakai. Itulah sebabnya pecandu akan berulang kali kambuh. 5. Gangguan perilaku, yaitu sulit mengendalikan diri, mudah tersinggung, menarik diri dari pergaulan, serta hubungan dengan keluarga terganggu. Terjadi perubahan mental, gangguan pemusatan perhatian, motivasi belajar lemah. 6. Gangguan kesehatan, yaitu kerusakan atau gangguan fungsi organ tubuh seperti, hati, jantung, paru-paru, ginjal, dan lai-lain, 7. Kendornya nilai-nilai, yaitu mengendornya nilai-nilai kehidupan agama, sosial-budaya, seperti seks bebas dengan akibatpenyakit kelamin, kehamilan tak diinginkan. Sopan santun hilang. Ia menjadi asocial, mementingkan diri sendiri, dan tidak mempedulikan kepentingan orang lain. 8. Masalah ekonomi dan hukum, yaitu pecandu terlibat hutang, karena berusaha memenuhi kebutuhannya akan narkoba. Ia mencuri uang atau menjual barang-barang milik pribadi atau keluarga. Jika masih sekolah, uang sekolah digunakan untuk membeli narkoba, sehingga terancam putus sekolah, dan di tahan polisi atau bahkan di penjara. RESIKO PEMULIHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA – Umumnya seorang pengguna Narkoba membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pemulihan kondisi fisik, psikis dan sosial. Dalam tahap pemulihan untuk kembali pada kondisi yang wajar, korban harus menjalani program rehabilitasi – Dibutuhkan biaya yang besar, waktu, upaya, kerja keras, disiplin, niat yang kuat dan kerjasama antara keluarga dan lembaga/pusat rehabilitasi untuk pemulihan – Tidak ada jaminan sama sekali bahwa ia tidak dapat kambuh/menggunakan lagi, sekalipun seorang pecandu sudah pulih beberapa tahun. Pemulihan adalah perjuangan seumur hidup. Pencegahan penanggulangan Narkoba Penggunaan narkoba tidak sesuai dengan ketentuan disebut penyalahgunaan narkoba. Sangat memprihatinkan penyalahgunaan narkoba ini yang telah menimpa generasi muda, mulai dari anak SD sampai perguran tinggi. Mereka yang terkena penyalahgunaan narkoba akan mengalami ketidak seimbangan emosi, kemauan. Pola penyalahgunaan narkoba mula mula di mulai dengan bujukan, penawaran, ataupun tekanan dari seseorang atau kelompok yang bersangkutan. Dorongan rasa ingin tahu, ingin mencoba dan atau ingin merasakan maka anak mau menerima tawaran tersebut. Dan hal ini makin lama makin ketagihan, sulit untuk menolak tawaran tersebut. Korban-korban penyalahgunaan narkoba mulai sejak SD, SMP, SMA dan bahkan ke perguruan tinggi, untuk itu perlu ada usaha pencegahan sedini mungkin. cara cara pencegahan meluasnya pengaruh penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar. Dengan basis sekolah sebagai salah satu aspek masyarakat yang menyiapkan warganya untuk masa depan. seperti bersikap dan berperilaku positip, mengenal situasi penawaran/ajakan dan terampil menolak tawaran/ajakan tersebut. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah perilaku manusia bukan semata-mata masalah zat atau narkoba itu sendiri. Maka dalam usaha pencegahan meluasnya pengaruh penyalahgunaan narkoba itu perlu pendekatan tingkah laku. Tentu saja hal ini perlu selektif, jangan sampai terjadi sebaliknya. Karena dorongan rasa ingin tahu justru terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Maka dikembangkanlah cara belajar hidup bertanggung jawab. Dan menangkal terjadinya kekerasan akibat penyualahgunaan narkoba. Cara yang harus dilakukan adalah DARE Drug Abuse Resisstance Education Program , yang populer di Amerika Serikat pada sekarang ini. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Penanggulangan Narkoba Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba saat ini menjadi masalah yang sangat memprihatinkan dan semakin meningkat serta merupakan masalah bersama antara yang melibatkan pemerintah dan masyarakat sehingga memerlukan suatu strategi yang melibatkan seluruh bangsa dalam suatu gerakan bersama untuk melaksanakan strategi dalam menanggulangi Narkob di negara kita ini. sebagai berikut 1. Bidang Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Mencegah penyalahgunaan narkoba dengan meningkatkan kapasitas pada bidang terkait, meningkatkan kualitas seorang aparat, n menumbuhkan kesadaran, kepedulian dan peran aktif seluruh masyarakat melalui lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat, pelajar, mahasiswa dan pemuda, pekerja, serta lembaga-lembaga lainnya yang ada di masyarakat. Pendidikan, Kesehatan sosial, Sosial-Akhlak, Sosial-pemuda & OR Ekonomi-Tenaga Kerja. Mencegah terjadinya penyalahgunaan dan perredaran gelap, dengan upaya-upaya yang berbasiskan masyarakat mendorong dan menggugah kesadaran, kepedulian dan peran serta aktif seluruh komponen masyarakat dengan motto yang menjadi pendorong semangat adalah ”Mencegah Lebih baik Daripada Mengobati” menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor yang mendorong timbulnya kesempatan atau peluang untuk melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dengan usaha kegiatan n menciptakan kesadaran, kepedulian, kewaspadaan, prilaku dan hidup sehat tanpa narkoba. Strategi Nasional Usaha Promotif Usaha-usaha promotif dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan pembinaan dn pengembangan lingkungan masyarakat bebas narkoba, pembinaan dan pengembangan pola hidup sehat, beriman, kegiatan positif, produktif, konstruktif dan kreatif. Strategi nasional untuk komunikasi, Informasi dan Pendidikan Pencegahan. Pencegahan penyalahgunaan narkoba terutama diarahkan kepada generasi muda anak, remaja, pelajar, pemuda, dan mahasiswa. Penyalahgunaan sebagai hasil interaksi individu yang kompleks dengan berbagai elemen dari lingkungannya, terutama dengan orng tua, sekolah, lingkungan masyarakat dan remajapemuda lainnya, oleh karena itu Strategi informasi dan Pendidikan Pencegahan dilaksanakan melalui 7 Tujuh jalur yaitu Keluarga, dengan sasaran orang tua, anak, pemuda, remaja dan anggota keluarga lainnya. Pendidikan, sekolah maupun luar sekolahdengan kelompok sasaran gurutenaga pendidikan dan peserta didikwarga belajar baik secara kurikuler maupun ekstra kurikuler. Lembaga keagamaan, engan sasaran pemuka-pemuka agama dan umatnya. Organisasi sosial kemasyarakatan, dengan sasaran remajapemuda dan masyarakat. Organisasi Wilayah Pemukiman LKMD, RT,RW, dengan sasaran warga terutama pemuka masyarakat dan remaja setempat. Unit- unit kerja, dengan sasaran Pimpinan, Karyawan dan keluargannya. Mass Media baik elektronik, cetak dan Media Interpersonal Talk show dan dialog interaktif, dengan sasaran luas maupun individu. Terkait